Komitmen GGF Dukung Petani dengan Pertanian Berkelanjutan

Komitmen GGF Dukung Petani dengan Pertanian Berkelanjutan

Great Giant Foods (GGF), sebagai salah satu perusahaan ternama di bidang agrikultur di Indonesia, menempatkan inovasi sebagai salah satu strategi utama dalam menjalankan bisnisnya. Hal ini bertujuan untuk merealisasikan misi menghasilkan produk berkualitas dengan cara inovatif dan berkelanjutan. President Director of GGF, Tommy Wattimena, mengungkapkan hal tersebut saat berbincang dengan Safrina Nasution dalam segmen Consumer Report di Program Closing Bell CNBC Indonesia, Senin (01/07).

Tommy Wattimena menjelaskan bahwa produk canned pineapple masih menjadi yang terbesar karena mampu bersaing secara kompetitif dalam hal kualitas dan biaya. Selanjutnya, upaya yang terus berkembang adalah pada produk buah segar. “Buah lokal seperti pisang, jambu, dan pepaya masih kurang di Indonesia. Suatu hari nanti, kita bisa mengembangkan jeruk dan apel Malang, yang sudah memiliki pasar sehingga bukan hanya didorong oleh permintaan tetapi juga oleh pasokan,” jelasnya. Perlu adanya pemberdayaan petani dan perusahaan akan membangun rantai pasokannya. Indonesia menghadapi tantangan besar sebagai negara ketiga terbesar di dunia dalam hal pemborosan makanan. Namun, kerusakan terjadi bukan di piring kita, tetapi hilang dalam distribusi sekitar 80% hilang di mata rantai.

Sebelum banyak orang berbicara tentang keberlanjutan, Great Giant Foods sudah melakukannya. Bagi Great Giant Foods, keberlanjutan adalah inti dari model bisnis, sehingga tanpa keberlanjutan, perusahaan tidak akan bertahan. Paling dasar tentunya adalah kepemimpinan biaya. Pertama, jika kita mengelola sumber daya dengan baik, biaya akan turun dan produktivitas akan semakin bagus. Kedua, akan menciptakan perbedaan, terutama di pasar maju seperti AS dan Eropa yang menanyakan bagaimana kebun apakah merusak lingkungan atau tidak, pemakaian pupuknya, dan sebagainya.

“Semakin kita bisa menjelaskan keterlacakan dan memastikan tidak merusak lingkungan, emisi CO2, air, dan tanah, mereka akan melihat perusahaan ini sebagai pembeda yang kompetitif karena semua konsumen di AS atau Eropa menuntut perusahaan yang bertanggung jawab,” jelasnya. Tommy juga menegaskan bahwa generasi baru, terutama millennial dan Gen Z, sulit untuk menjadi petani. Mereka ingin bekerja di perusahaan yang memiliki tujuan. Begitu cerita kita ditaruh di pasar, yang melamar meningkat dari 3.000 menjadi 30.000. Dari jumlah itu, Gen Z, millennial, dan generasi mereka memiliki tujuan nyata.

Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Jika Indonesia ingin menjadi penguasa pasar untuk industri makanan, minuman, dan perkebunan, pertama-tama kita harus berbicara tentang ketahanan pangan. Dalam industri agrikultur dan hortikultur, tidak ada kompetisi, yang ada adalah kolaborasi antara petani, perusahaan, dan pemerintah. “Jika dilakukan dengan baik, minimal kita tidak perlu mengimpor buah begitu banyak. Selain itu, tanaman lokal Indonesia sangat beragam. Mangga saja jenisnya banyak, belum lagi buah-buah yang lain. Jadi, selain komoditas seperti mineral dan nikel, setelah kelapa sawit, menurut saya hortikultura adalah masa depan,” ucapnya.

“Kita menciptakan sesuatu bersama, benar-benar menciptakan pembeda yang komparatif. GGF telah membuktikan bahwa nanas bisa bersaing memimpin, tinggal diaplikasikan ke buah buah lain. Jika berhasil, saya yakin negara kita punya motor lain yaitu hortikultura. GGF sekarang menjadi contoh, tetapi harapannya jangan hanya menjadi contoh, banyak yang meniru dan mengaplikasikan. Seperti yang saya sampaikan, untuk ketahanan pangan Indonesia dan memenuhi seluruh kebutuhan pangan di Indonesia, kolaborasi adalah kuncinya,” tutup Tommy Wattimena.

Share