Sunpride 27 Tahun di Indonesia: Majukan Pertanian Buah Indonesia 240

Sunpride 27 Tahun di Indonesia: Majukan Pertanian Buah Indonesia 240

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2021 lalu melaporkan bahwa food waste alias limbah makanan di Indonesia selama dua dekade terakhir mencapai 115 hingga 184 kilogram per kapita setiap tahunnya.

Sektor pangan yang paling banyak mengalami pemborosan rantai makanan adalah buah dan sayuran. Bahkan, di kawasan Asia-Pasifik, hampir separuh buah dan sayuran terbuang atau hilang sebelum sampai ke tangan konsumen.

Bappenas juga melaporkan bahwa, ekonomi akibat kehilangan dan pemborosan pangan berkisar antara Rp213 triliun hingga Rp551 triliun per tahun. Jumlah ini setara dengan 4-5 persen dari Produk Domestik Bruto Indonesia (PDB). Hal tersebut menjadi salah satu kekhawatiran CEO Fresh Fruit and GTM, Cindyanto Kristian.

“Indonesia masih banyak sekali food wastenya, contohnya buah. Buah yang ditanam setelah panen tidak berhasil dijual dengan baik dan dengan kualitas yang baik,” ujar Cindy dalam acara peringatan 27 tahun Sunpride di Hotel Pakubuwono, Jakarta, Kamis (22/12).

Untuk itulah, Sunpride berupaya menciptakan ekosistem buah segar di Indonesia. Ekosistem buah segar yang menjadi fokus Sunpride bertujuan untuk memaksimalkan produksi buah dari para petani.

Tujuannya adalah untuk mengurangi food waste. Ekosistem ini juga dapat membuat buah-buah hasil panen kualitasnya dapat terjaga dengan baik hingga meja konsumen.

Dengan komitmen ekonomi sirkular berkelanjutan, Sunpride bekerja sama dengan pemerintah dan para petani. lokal demi mewujudkan ekosistem tersebut.

“Dari satu pohon pisang, kita tidak bisa panen dan makan semua buahnya. Nah, gimana caranya kita bisa buat dari satu pohon pisang itu, meskipun tidak bisa terpakai semua, tetapi bisa bermanfaat dan tidak ada yang terbuang. Itu salah satu komitmen kami di circular economy,” kata Cindy.

Selain dengan catatan food waste yang tinggi, ironi petani buah di Indonesia juga muncul saat panen raya.

“Di negara maju, saat panen raya para petani tersenyum senang. Tapi, di Indonesia para petani nangis karena harganya jatuh dan buahnya tidak terjual lalu menghasilkan food waste,” ungkap Cindy.

Solusi Sunpride untuk hal tersebut adalah dengan penghitungan kapasitas produk dan mengembangkan supply chain dari petani ke pasar. Termasuk di antaranya adalah jenis packing, jenis transportasi pengangkut, hingga waktu panen.

Selain itu, Sunpride juga kini tengah mengembangkan teknologi Sunpride blockchain traceability untuk beberapa buah unggulan mereka.

Dengan blockchain traceability, Sunpride dapat mengetahui kondisi buah di setiap tahapan, mulai dari petani hingga tiba di toko, sehingga menjaga kualitas buah yang dikirim.

Untuk membantu tingkatkan perekonomian desa hingga nasional, Sunpride terus mengembangkan kemitraannya dengan petani buah lokal dengan kerja sama kemitraan.

“Bentuk kerja sama kami untuk meningkatkan ekosistem buah segar di Indonesia ada tiga,” ungkap Jane Fransisca, CEO of Farmers Empowerment & Partnership

Share