Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melaporkan bahwa food waste di Indonesia selama dua dekade terakhir mencapai 115–184 kg per kapita per tahun. Sektor yang paling banyak mengalami pemborosan adalah buah dan sayuran, bahkan di kawasan Asia-Pasifik hampir separuh buah dan sayuran terbuang sebelum sampai ke konsumen. Ekonomi akibat kehilangan pangan diperkirakan mencapai Rp213–551 triliun per tahun, setara 4–5% dari PDB Indonesia.
Cindyanto Kristian, CEO Fresh Fruit and GTM, menyoroti bahwa “Indonesia masih memiliki tingkat food waste yang tinggi, terutama pada buah. Banyak hasil panen yang tidak terjual dengan baik maupun kualitas optimal.”
Untuk mengatasi hal ini, Sunpride membangun ekosistem buah segar yang bertujuan memaksimalkan hasil panen petani dan menjaga kualitas buah hingga ke konsumen, sekaligus mengurangi limbah makanan. Ekosistem ini diwujudkan melalui kemitraan dengan pemerintah dan petani lokal, sejalan dengan prinsip circular economy.
“Dari satu pohon pisang, tidak semua buah bisa dikonsumsi. Tantangan kami adalah memanfaatkan buah yang tidak terpakai agar tetap bermanfaat dan tidak terbuang,” jelas Cindy.
Ironi lain muncul saat panen raya: “Di negara maju, petani tersenyum bahagia. Di Indonesia, petani sering merasakan harga jatuh dan buah tidak terjual, sehingga terjadi food waste,” ungkap Cindy.
Solusi Sunpride mencakup:
-
Penghitungan kapasitas produk untuk meminimalkan sisa yang terbuang
-
Pengembangan supply chain dari petani ke pasar, termasuk jenis packing, transportasi, dan waktu panen
-
Teknologi blockchain traceability untuk memonitor kondisi buah di setiap tahap, dari petani hingga toko, agar kualitas tetap terjaga
Selain menjaga kualitas buah, Sunpride juga fokus meningkatkan perekonomian desa hingga nasional melalui kemitraan dengan petani lokal.
“Bentuk kerja sama kami untuk membangun ekosistem buah segar di Indonesia ada tiga,” terang Jane Fransisca, CEO of Farmers Empowerment & Partnership.